Project Description
Secara etimologi, hingga kini belum ditemukan arti kata genjek. Namun, oleh ahli dinyatakan istilah genjek muncul dikarenakan dasar perilaku masyarakat yang suka megegonjakan/bersenda gurau. Setiap kemunculan genjek yang awalnya identik dengan berkumpul meminum tuak “metuakan” mengalami perubahan secara alami menjadi “megenjekkan”, yakni bernyanyi yang disertai dengan gerakan ringan. Oleh karenanya, megenjekkan menjadi kegemaran masyarakat pedesaan dan lembat laun menjadi kesenian rakyat, yakni kesenian yang lahir, tumbuh, berkembang, dan dipelihara oleh golongan masyarakat pedesaan.
Belum diketahui secara pasti awal tercipta kesenian genjek. Namun, oleh masyarakat dikatakan, kesenian genjek mulai mengalami perkembangan dan persebaran melalui peristiwa bencana meletusnya gunung agung pada tahun 1963 yang membuat warga Kabupaten Karangasem tersebar mengungsi ke kabupaten lain. Selanjutnya, kesenian genjek berkembang menjadi kesenian idola bagi seluruh lapisan masyarakat di Bali. Ini dibuktikan, promotor kesenian genjek yang ada di setiap kabupaten seluruh Bali merupakan warga asli Kabupaten Karangasem.
Respon positif terhadap kesenian genjek telah diberikan oleh semua lapisan masyarakat, sehingga pada tampilannya dikemas lebih serius dengan membentuk kelompok seni genjek atau sekeha genjek yang tertata dalam organisasi. Kelompok atau sekeha bukan hanya melibatkan kaum remaja dan dewasa, melainkan juga kaum lelaki dan perempuan dengan vokal suara yang lantang disertai pemahaman terhadap tempo lagu disebabkan kesenian genjek merupakan sebuah genre seni karawitan yang menggunakan vokal sebagai sumber bunyi utama.